“Selamat ya Han, cerpenmu lolos nih, terbit di majalah Remaja. Wah, keren ya Han!” seru Olive.
"Bagus ceritanya Han, aku suka. Lain kali angkat ceritaku ya," pinta Arisa.
"Terima kasih ya, syukurlah kalau kalian suka," jawab Hani.
Arisa dan Olive tidak menangkap kegundahan hati Hani. Mereka bertiga pun menuju kantin sekolah.
"Serius Han, kamu yang traktir?" tanya Eva dengan wajah penuh tanya.Hani hanya mengangguk.
"Cerita pendek Hani muncul lagi di majalah Remaja, Va," sahut Arisa menjawab keraguan Eva. Eva yang baru saja datang hanya terdiam.
"Va, kok diem sih. Kamu enggak senang karya Hani tayang di majalah?" tanya Arisa, membuyarkan lamunan Eva.
"Ya tentu senang dong, apalagi ditraktir nih sekarang," jawab Eva sambil tersenyum lebar menutupi kegugupannya.
"Terima kasih ya, Han," lanjut Eva kemudian. Hani hanya mengangguk dan tersenyum.
Tak menunggu lama Eva segera memesan pangsit mie ayam dan es jeruk kegemarannya. Sekaligus memesankan untuk ketiga temannya. Pangsit mie ayam favorit mereka berempat kerap menjadi rujukan saat jam istirahat.
Mereka pun menikmati hidangan yang tersaji di hadapannya dengan lahap. Entah rasa lapar yang melanda atau karena mereka berempat sangat menyukai pangsit mie ayam, sehingga pangsit mie ayam itu pun tandas tak bersisa seperti mengikuti lomba makan.
Hani hanya tersenyum melihat teman-temannya yang bercanda setelah menghabiskan makanannya. Eva yang dari tadi memperhatikan Hani merasakan ada hal yang aneh terhadap sikap Hani.
"Ada apa Han? Kok melamun," tanya Eva membuyarkan lamunan Hani.
"Eh, enggak kok, Va," jawab Hani tergagap.
"Aku perhatikan dari tadi kamu banyak diam. Kami seru bercanda, paling kamu hanya tersenyum. Ada apa sih?" tanya Eva penasaran.
Arisa dan Olive pun menghentikan obrolan mereka dan memperhatikan pembicaraan Eva dan Hani.
"Ah, enggak kok, kita balik ke kelas aja, yuk" ajak Hani. Arisa, Olive dan Eva hanya saling berpandangan melihat tingkah Hani yang tidak seperti biasanya. Mereka pun kembali ke keas dan mengikuti pelajaran hingga jam pelajaran berakhir.
Angkutan umum berwarna putih itu pun melaju kencang mengantarkan murid-murid sekolah menengah di bilangan kota itu ke rumahnya masing-masing. Ada Hani yang duduk di pojok angkutan, pandangannya menyapu jalan yang dilewatinya.
Ketiga temannya pergi ke mall dekat sekolah. Namun, Hani memilih untuk pulang dengan alasan sakit perut yang dikarangnya. Hani sedang merasa sedih karena amplop surat yang ditemukan di tasnya setelah dari kantin.
"Ma, aku pulang," tutur Hani setibanya di rumah.
"Iya sayang," sahut mamanya yang sedang merajut di ruang tengah.
Kecupan hangat Hani segera mendarat di pipi mamanya. Kebiasaan yang selalu dilakukannya begitu sampai di rumah setelah bepergian.Setelah membersihkan diri dan berganti baju, Hani segera bergabung bersama mamanya.
"Makan dulu, mama sudah siapkan ebi furai dan tumis rebung kesukaanmu," ujar mamanya.
"Iya Ma, masih kenyang tadi habis beli pangsit mie ayam sama teman-teman," jawab Hani.
"Ma, cerpenku lolos terbit di majalah Remaja," lanjut Hani.
"Wah, selamat ya sayang. Mama bangga sama Hani. Mamanya segera memeluk Hani.
"Hei kenapa murung?" tanya mamanya. Hani tidak menjawab pertanyaan mamanya, dia hanya menggelengkan kepalanya saja.
"Bukannya seharusnya Hani senang dengan prestasi yang telah Hani raih? Ini kok malah murung," tanya mamanya penuh selidik.
"Sedih aja sih Ma, tadi dapat surat yang enggak jelas lagi," jawab Hani.
Hani kerap mendapatkan surat yang tak bernama, entah siapa yang meletakkannya di dalam tasnya. Ada juga yang dikirimkan ke rumah. Surat tersebut berisi ancaman, sindiran dan ada juga cemoohan.
Keberadaan surat kaleng ini sudah mengganggu hingga Hani ketakutan. Entah siapa dalang dibalik ini semua. Tulisan tangannya tidak diketahui, ada juga yang berupa potongan kata dari majalah, ada juga yang diketik.
"Hani takut, Ma. Takut kalau tiba-tiba bertemu dengan pengirim surat itu," jawab Hani tertunduk.
Bulir bening mulai muncul di sudut matanya, perlahan turun membasahi pipinya. Mamanya segera meletakkan tas yang sedang dirajutnya dan menggeser duduknya mendekati putri semata wayangnya agar memudahkannya untuk memeluknya.
Isak tangis itupun semakin keras terdengar. Hani tidak dapat menahan tangisnya lagi, dipeluk mamanya kuat dan mengalirkan segala kegelisahan hatinya pada mamanya.
Hani merupakan salah satu siswi berprestasi di sekolahnya selain itu hobinya menulis kerap menjuarai lomba karya tulis dan mengisi rubrik majalah untuk remaja, salah satunya adalah majalah Remaja.
Prestasinya membuat Hani banyak dikenal oleh murid di sekolahnya. Namun, hal ini tidak membuat Hani menjadi sombong. Dia tetap menjadi pribadi yang rendah hati dan ramah. Hal ini juga yang menyebabkan beberapa teman lelaki berusaha mendekatinya.
Prestasi dan sikap Hani membuat seseorang terganggu, sehingga seseorang yang misterius itu kerap mengirim surat kaleng. Hal ini juga diketahui teman-teman dekatnya. Surat kaleng ini juga kerap menjadi perbincangan mereka.
Awalnya surat kaleng tersebut berisi pujian. Kemudian bertahap berubah berisi cemoohan, tetapi beberapa surat terakhir berisi ancaman.
"Tidak ada yang salah sayang, kamu tidak merugikan siapapun. Jadi abaikan saja surat itu," jawab mamanya.
"Tadi kata teman-teman juga begitu sih Ma. Tapi surat yang terakhir ini menakutkan Ma. Dia mau bunuh Aku atau paling tidak melukaiku," ujar Hani.
"Sudah abaikan saja. Sekarang kalau pergi usahakan tidak berangkat sendiri ya," begitu pesannya.
***
Hari Minggu yang cerah, Hani dan teman-teman dekatnya membuat janji untuk bertemu di pusat perbelanjaan. Hani berencana membeli buku sebagai bahan tulisannya.
Hani menuruti permintaan mamanya agar tidak pergi sendiri. Arisa menjemputnya di rumah. Sedangkan Eva dan Olive berangkat masing-masing dan berjanji untuk bertemu di pusat perbelanjaan.
Ternyata Eva sudah sampai terlebih dulu, tak lama menunggu muncul Arisa dan Hani serta Olive yang datang hampir bersamaan. Mereka pun segera menuju toko buku sesuai kesepakatan sebelumnya.
Sesampainya di toko buku, mereka berempat menuju rak buku kegemaran masing-masing berburu buku kesukaannya. Eva dan Hani menuju rak buku yang sama, karena selera mereka berdua akan buku hampir sama.
Tanpa Hani sadari, saat dia asyik memilih buku. Seseorang memasukkan sebuah amplop ke dalam tas Hani. Kali ini surat itu berisi ancaman jika Hani mengikuti lomba lagi, maka Hani akan celaka.
Jangan-jangan surat kaleng itu dari salah satu sahabat Hani, tp ga tau juga sih. Di tunggu kelanjutannya mbak Dyah
BalasHapusNah cerita seperti ini emang bikin penasaran.. kita jadi bertanya tanya terus, malah kadang sampai terbawa bawa penasarannya walau membaca cerita sudah selesai
BalasHapusKeren, Mbak, ceritanya. Salah satu sahabat ada yang iri, ya, sama Hani? Ditunggu lanjutannya.
BalasHapusYahh ceritanya mana terusannya? Kirain sampe tamat. Ayo kak lanjutannya segera dipublish yaa.. penisirin
BalasHapusWah kira-kira siapa ya yang sudah berbuat ngak baik pada Hani, jadi penasaran dengan kelanjutan ceritanya. Jadi ingat dulu waktu remaja suka sekali baca cerpen di majalah, bahkan sampai langganan lho.
BalasHapusUdah lama nggak baca fiksi dan auto penasaran sama kelanjutan cerita ini, Mba Dy. Makasih udah memberikan warna berbeda di bacaan saya, Mba :)
BalasHapusNah, ini nih yang bikin gemes, antara memang endingnya plot twist atau ada lanjutannya lagi hihihihi. Serasa baca cerita di majalah Bobo zaman dulu ih Mba, sering bangetkan cerita2 kaya gini.
BalasHapusHeh koo serem ya. Baiknya sikap orang tua kalau anak mendapat ancaman seperti itu gimana ya? Jdi mikir aku nih mba
BalasHapusHehehe sengaja ga cerita ortunya harus bagaimana sih mbak karena memang cerita teenlit. DI situ ortunya hanya memberi saran kalau pergi jangan sendiri aja
Hapuskompetensi memang melahirkan banyak reaksi yang ditimbulkan termasuk persaingan, sehingga banyak orang yang mentalnya ga terlatih sportif akan melakukan seperti apa yang dilakukan pada novel di atas, karena tidak percaya diri dengan kemampuannya maka lahirnya rasa takut tersaingi yang membuatnya melakukan tindakan tidak sportif dengan mengancam, ini juga menjaid bentuk ketidakpercayaan diirnya pada kemampuannya. Penasaran lanjutan ceritanya apakah tetap ikut kompetensi atau tidak
BalasHapusPenasaran sama kelanjutannya. Teman Hani segitu nya ya sampai iri padanya
BalasHapusTerkadang sifat iri dengki emang bikin seseorang ngelakuin apa aja, kek mata hati.y tuh dibutakan, pebasaran sih siapa yang ngirin surat ke hani, harapannya bukan teman dia tapi gimana ya, biasanya tuh yng iri yah emang terdekat, orang jauh mah kadang bodo amat
BalasHapusMbaaa dy, yaa ampun aku sedih banget, ceritanya bagus lhoo, enak-enak baca eh ceritanya kelar dan masih to be continue pula. Penasaran endingnya huhuhu
BalasHapusKasih tau mba kalo ceritanya udah ada lanjutannya, aku suka banget berasa balik ke masa SD suka baca cerita beginian, seruuu 😁
Selalu adaaa aja orang yang gak senang dengan apa yang kita lakukan. Dan kalau sampai mengancam, itu beneran jahat banget siih.. Kudu laporan ke siapapun yang bisa melindungi anak dari ancaman yang mungkin berpotensi menghambat kreatifitas.
BalasHapusHIhi..ikutan kebawa suasana pas baca, kak Dy..
Keren banget cerpennya.
Iri dan dengki, kasihan sekali ya untuk pengirim surat kaleng untuk Hani. Hari-harinya pasti sangat melelahkan. Dia nggak bisa menciptakaana prestasi karena sibuk memikirkan cara untuk menjatuhkan dan menakuti Hani.
BalasHapusmenyiksa diri sendiri ya orang seperti itu
Hapusaduh ceritanya bikin tegang, aku penasaran gimana kelanjutannya. kok serem sih suratnya, suka kasih ancaman gitu. tapi memang dasarnya kalau orang iri selalu saja negatif ya auranya
BalasHapushehehe, belum kepikir lanjutannya, plot twistnya nanggung ya? hehehe
HapusDulu kukira benar surat kaleng itu dikirim dalam kaleng
BalasHapusSoalnya di sekolahku dulu ada yang suka buat seperti ini
Tiap pagi pasti ada surat di kolong mejaku
ada penggemar rahasia mbak
Hapus