Sobat Dy, masih lekat dalam ingatan kita pada pada tanggal 21 November 2022 telah terjadi gempa bumi dengan kekuatan magnitudo 5,6 di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), per tanggal 23 November 2022 korban gempa yang tercatat adalah 271 warga meninggal dunia, 2.043 warga korban luka, dan ribuan bangunan baik rumah maupun perkantoran yang mengalami kerusakan.
Indonesia merupakan negara yang rawan bencana alam, seperti gempa bumi, tanah longsor, tsunami, gunung berapi yang meletus, tanah longsor, angin puting beliung. Sekitar 13 persen gunung berapi di dunia berada di kepulauan Indonesia. Hal ini berpotensi menimbulkan bencana alam dengan intensitas dan kekuatan yang beragam.
Menurut Pak Pangarso Suryotomo, selama periode Januari hingga awal November 2022 telah terjadi bencana alam sekitar 3200 an dengan total korban yang meninggal sebanyak 542 orang. Pak Papang, panggilan akrab Pak Pangarso Suryotomo menambahkan bahwa Indonesia termasuk dalam 10 besar tingkat dunia untuk jumlah korban yang meninggal karena bencana alam.
Informasi dari Pak Papang tersebut saya peroleh saat mengikuti Ruang Publik KBR dengan tema Penanggulangan Bencana Inklusif Bagi OYPMK dan Penyandang Disabilitas. Acara tersebut diadakan pada hari Selasa tanggal 29 November 2022.
Acara yang berlangsung selama satu jam tersebut menghadirkan Drs. Pangarso Suryotomo, Direktur Direktorat Kesiapsiagaan BNPB dan Bejo Riyanto, Ketua Konsorsium Peduli Disabilitas dan Kusta (Pelita), Disabilitas terdampak bencana dan dimoderatori oleh Rizal Wijaya.
Orang Yang Pernah Menderita Kusta (OYPMK) dan Penyandang Disabilitas
Kusta adalah penyakit yang ditimbulkan karena adanya infeksi bakteri kronis yang menyerang jaringan kulit, saraf tepi, dan saluran pernapasan. Umumnya kusta dapat disembuhkan dan jarang menyebabkan kematian.
Beberapa pasien kusta beresiko mengalami cacat karena bakterinya menyerang sistem saraf, sehingga penderita dapat kehilangan sensasi rasa, termasuk rasa nyeri. Sehingga luka atau cedera di tangan atau kaki tidak dapat dirasakan oleh penderita.
Kontak erat selama 24 jam berturut-turut selama satu minggu dengan pasien kusta yang belum berobat dapat menularkan penyakit ini. Oleh sebab itu bantu pasien kusta untuk berobat sehingga dapat disembuhkan dengan tepat dan mencegah kecacatan.
Kusta bukan kutukan, kusta dapat disembuhkan. Mari bersama-sama kita putuskan rantai penularan kusta dan stigma negatif tentang kusta.
Penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama sehingga mengalami hambatan dan kesulitan dalam berinteraksi.
Bagaimana OYPMK dan penyandang disabilitas ini menghadapi bencana? karena bencana datang tiba-tiba baik dalam keadaan siap maupun tidak siap. Bencana alam boleh ada, tetapi persiapan untuk menghadapi bencana juga diperlukan.
Oleh karena itu Ruang Publik KBR mengangkat topik "Penanggulangan Bencana Inklusif Bagi OYPMK dan Penyandang Disabilitas." Hal ini tentu saja menarik untuk saya, karena saya ingin mengetahui bagaimana penangannya.
Adanya bencana dapat mengakibatkan seseorang yang semula tidak mengalami disabilitas menjadi penyandang disabilitas. Selain itu, bencana juga dapat menyebabkan penyandang disabilitas dapat mengalami disabilitas ganda.
Penanggulangan Bencana Inklusif Bagi OYPMK dan Penyandang Disabilitas
Bejo Riyanto, yang akrab dipanggil dengan sapaan Bejo Jos ini adalah seorang penyandang disabilitas tangan dan kaki sejak kecil. Beliau adalah pengusaha kaos yang berdomisili di Bantul, Yogyakarta.
Sobat Dy, mungkin masih ingat saat gempa bumi yang terjadi di Bantul tahun 2006. Mas Bejo adalah salah satu korbannya. Beliau saat itu sedang berada di depan pintu dan tiba-tiba terlempar begitu saja, kemudian bergulung-gulung. Panik dan bingung saat itu.
Namanya juga bencana tidak ada yang tahu kapan terjadi. Padahal sebelumnya sejak tsunami Aceh beliau tidak pernah mengunci pintu rumah. Sehingga jika bencana terjadi, beliau bisa segera pergi keluar rumah, mengingat beliau adalah seorang disabilitas.
Sayangnya, saat gempa terjadi justru pintu rumah beliau kunci, karena berpikir sudah aman, tidak ada bencana. Kondisi pintu rumah yang terkunci inilah yang akan menyulitkan evakuasi jika terjadi bencana. Menurut beliau Yogyakarta adalah daerah rawan bencana, sehingga sesepuhnya dulu sering mengingatkan untuk berhati-hati dan bersiap siaga.
Hal ini juga dibenarkan oleh Pak Papang. Beliau mengingatkan bahwa kita harus selalu siap siaga akan terjadi bencana, sehingga kita dapat mengantisipasi kemungkinan buruk yang mungkin terjadi.
Penanganan bencana berlaku sama untuk seluruh masyarakat Indonesia, tidak ada pembedaan, karena bencana alam dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik penyandang disabilitas maupun tidak.
Bencana alam merupakan kejadian yang berulang sehingga jika kita mengetahui kondisi geografis dimana kita tinggal dan seberapa besar tingkat bahaya yang akan timbul, maka akan mengurangi resiko terdampak bencana.
Pada tahun 2014 BNPB menerbitkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No 14 tentang Penanganan, Perlindungan dan Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam Penanggulangan Bencana.
Menurut Pak Papang, penyandang disabilitas tidak ingin menjadi obyek saat penanggulangan bencana. Namun, juga ingin menjadi subyek. Penyandang disabilitas tidak ingin dikasihani, tetapi mereka juga ingin berperan aktif dalam menanggulangi bencana.
Peran penyandang disabilitas dan OYPMK sangat besar saat terjadi bencana, karena mereka mempunyai data anggota komunitasnya dan bagaimana cara berkomunikasi dengan korban penyandang disabilitas. Salah satu kelemahan di Indonesia adalah data penyandang disabilitas dan OYPMK tidak tercantum di KTP sebagai tanda pengenal primer warga negara Indonesia.
Disabilitas mempunyai tiga peran dalam penanggulangan bencana, yaitu Pertolongan, Partisipasi dan Perlindungan.
Saat ini menurut Pak Papang, BNPB telah bekerja sama dengan banyak pihak untuk menyediakan sebuah aplikasi yang berisi edukasi untuk penanggulangan bencana. Aplikasi tersebut diberi nama inaRisk Personal yang dapat diunduh di playstore dan Appstore.
Menurut Mas Bejo Joss, pada tahun 2019 diibentuk Difabel Siaga Bencana (Difagana) dengan tujuan membantu sesama dari sebelum, saat hingga setelah bencana. Umumnya penyandang disabilitas. Umumnya, para difabel lebih memahami kondisi sesama difabel.
Difagana merupakan wadah bagi penyandang disabilitas untuk mendapatkan pengetahuan tentang resiko bencana.
Semoga dengan adanya beberapa langkah yang diambil BNPB dan Difagana dapat meminimalkan korban jiwa saat terjadi bencana dan penambahan jumlah penyandang disabilitas akibat bencana tidak bertambah banyak secara mencolok.
stay safe and stay healthy everyone :D
BalasHapusBetul juga ya, biasanya kalu ada bencan ayng sangat diperhatikan adlaah anak anak, lansia, wanita. Kaum disabilitas kadang terlewat, padahal mereka juga sangat membutuhkan pertolongan
BalasHapusSalut banget sih kalo teman2 difabel juga turut berperan aktif dalam penanggulangan bencana. Benar-benar mereka itu differently able. Punya kemampuan sama meskipun dengan cara yang berbeda.
BalasHapusSedih rasanya penghujung tahun 2022 ini banyak terjadi bencana di Indonesia. Memang sosialisasi bencana terhadap penyandang disabilitas itu penting banget ya mbak. Saya juga nyimak nih talkshownya
BalasHapusAkhir-akhir ini banyak terjadi bencana di Indonesia yang memakan ratusan jiwa. Sedih sekali rasanya. Apalagi bila dibayangkan bagaimana perjuangan saudara-saudara difabel dalam menghadapi bencana. Tentunya panik dan butuh persiapan ataupun pelatihan agar tanggap bencana.
BalasHapusSalut banget sama kegiatan mas bejo ini yang dengan aktif membantu sesama difabel saat bencana datang melalui difagana, perlu diapresiasi oleh pemerintah juga nih
BalasHapusBenar juga, ya. Ini kalau ada kondisi tak terduga bencana alam bagaimana para penyandang disabilitas ini. Memang semuanya harus siap siaga dalam kondisi apa pun
BalasHapusBaru tahu ada yang namanya Difagana. Ini program bagus banget yaaa.
BalasHapusSetuju banget sama kata Pak Papang, penyandang disabilitas tidak ingin menjadi obyek saat penanggulangan bencana. Namun, juga ingin menjadi subyek. Penyandang disabilitas tidak ingin dikasihani, tetapi mereka juga ingin berperan aktif dalam menanggulangi bencana.
Penyandang disabilitas itu bukan tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka pun punya sesuatu atau skill yang bisa bermanfaat bagi sesama.
Betul banget kadang penderita disabilitas diabaikan pd fokus balita orang tua ibu hamil.
BalasHapusSedih yaa ada bencana lagi smg segera bangkit kembali korban2 gempa. (Gusti yeni)
Sudah saatnya teman-teman disabilitas juga dapat perhatian penuh ya Mbak, khususnya saat terjadi bencana alam. Semoga kita semua selalu sehat dan siap siaga.
BalasHapusSaya baru tahu ada Difagana dari BNPB. Sejatinya para penyandang disabilitas juga mereka memiliki hak dan kebutuhan yang sama jadi memang tidak boleh dibedakan ya. Saat ada bencana mereka juga punya hak yang sama juga.
BalasHapusKusta bukan kutukan iya benar penyakit ini bisa disembuhkan jika mendapat penanganan yang tepat
BalasHapusProgram sosialisasi yang sangat bagus dan sosialisasi penanggulangan bencana ini merupakan salah satu hak juga bagi para penyandang disabilitas dan OYPMK. Dan dari dulu saya memikirkan ini juga data penyandang disabilitas kenapa tidak dicantumkan dalam KTP, jika tertera bisa jadi prioritas dalam penanganan hal tertentu dan pastinya sangat membantu para penyandang disabilitas dan OYPMK ini
BalasHapusProgram sosialisasi ini memang tepat sekali untuk lebih memperhatikan mereka lebih instensif
BalasHapusBencana memang bisa terjadi kapan saja ya, mbak. Makanya kayaknya memang perlu bagi setiap orang untuk mengetahui pengetahuan seputar penyelamatan saat bencana termasuk juga para disabilitas ini
BalasHapusBencana alam memang tidak bisa diprediksi kapan akan terjadi, yang diperlukan hanya sikap waspada, siaga, dan pentingnya kebersamaan masyarakat sekitar untuk saling bantu saat bencana alam terjadi. Menurut saya selain pentingnya masyarakat mengenal mitigasi bencana dengan prioritas anak-anak, lansia, dan disabilitas, juga OYPMK dan Disabilitas juga harus dibekali cara jaga keselamatan diri serta tahu kemana meminta pertolongan saat bencana terjadi.
BalasHapusPemikiran yang salah terhadap kusta bikin sulit bagi OYPMK untuk cepat pulih. Traumanya malah lebih ke psikologis dari omongan yang gak berdasar. Semoga makin melek kusta ya masyarakat Indonesia.
BalasHapusBetul Mbak, bencana selalu menyisakan banyak hal terutama pada para OYPMK ini. Semoga BNPB selalu sigap dan masyarakat selalu mendukung daerah² pasca bencana ini.
BalasHapusSalut dengan adanya difagana yang membantu para penyandang disabilitas untuk ikut belajar cara-cara menghadapi bencana. Program-program seperti ini bagus sekali rasanya untuk diteruskan dan disosialisasikan ke masyarakat ya.
BalasHapusBenar ya. Saat ada bencana seharusnya semua orang baik disabilitas atau bukan, harus siaga. Terkhusus disabilitas semoga bisa dan difasilitasi untuk mendapat informasi seputar bencana.
BalasHapusNah iya kalau ada bencana perlu ditanggulangi juga yang punya penyakit, kalau bisa segera diobati biar segera sembuh dan nggak menjadi wabah buat masyarakat sekitarnya.
BalasHapusAku jg pernah denger stigma negatif ini lhoo ya Allah kasian banget sampe ada yang dipecat jugaa lohh dari kerjaannya :((
BalasHapusAku baru tahu ada namanya Difagana mba. Penting banget sih menurutku karena semua orang berhak untuk siaga dan terlindungi saat terjadi bencana
BalasHapus