Sebuah pesan masuk melalui telepon pintar. Pesan tersebut berisi gambar tangkapan layar sebuah video dengan klaim bahwa Tedros Adhanom Ghebreyesus, kepala WHO memperingatkan beberapa negara jika suntikan booster vaksin Covid-19 dapat membunuh anak-anak. Sontak berita tersebut menggemparkan masyarakat dan menambah panjang deretan perdebatan terkait vaksin Covid-19.
Bagi masyarakat yang mendukung adanya vaksin Covid-19 mungkin akan meragukan pernyataan tersebut. Namun, bagi masyarakat yang tidak mendukung adanya vaksin Covid-19, mungkin akan mendukung pernyataan tersebut.
Fakta gambar tersebut adalah keliru. Dilansir dari AFP, terdapat kalimat yang dipenggal dan diinterpretasikan keliru. Saat Tedros melakukan konferensi pers virtual tanggal 20 Desember 2021 hanya membahas tentang ketidakadilan vaksin global dan tidak membahas tentang keamanan vaksin Covid-19. Ada sebagian kalimat yang pengucapannya kurang tepat dan disalahartikan. WHO kemudian melakukan klarifikasi bahwa Tedros sempat tergagap dan pernyataannya disalahartikan.
Berita hoaks lainnya, yaitu tentang penganiayaan yang dialami Ratna Sarumpaet. Berita penganiayaan tersebut juga dibenarkan oleh tokoh politik. Banyak media sosial yang memberitakan hal tersebut. Namun, pada akhirnya terbukti bahwa berita tersebut hoaks atau bohong.
Mengapa Berita Hoaks Mudah Tersebar?
Dunia digital memudahkan masyarakat untuk menyebarkan berita, terlepas apakah berita tersebut benar atau tidak. Sejumlah masyarakat belum dapat berpikir kritis tentang media digital. Jika dulu ada peribahasa “Mulutmu Harimaumu”, maka saat ini peribahasa tersebut mungkin menjadi “Jarimu Harimaumu”. Mengapa bisa seperti itu? Karena hanya dengan menggunakan ujung jari tangan, kemudian memilih tombol bagikan, berita sudah tersebar.
Mengapa berita bohong atau hoaks mudah tersebar? Karena saat ini masyarakat tidak memperhatikan keakuratan sumber berita. Apakah berita tersebut berasal dari sumber yang dapat dipercaya atau tidak.
Jika berita berasal dari teman yang selama ini dikenal jujur, maka berita dapat dengan mudah diterima terlepas berita itu benar atau tidak. Bisa juga karena derasnya arus informasi dari media sosial sedangkan rentang perhatian seseorang terbatas. Hal ini juga dapat menyebabkan seseorang menyebarluaskan berita tanpa menelitinya terlebih dahulu.
Media sosial dengan banyak ragamnya merupakan lahan yang subur untuk menyebarluaskan kabar, terlepas benar atau salahnya berita. Beberapa orang merasa bangga menjadi penyebar berita pertama kali, sehingga dapat menunjukkan eksistensinya. Seseorang juga kadang merasa perlu menyebarkan berita dan merasa dirinya bermanfaat dengan turut menyebarkannya.
Media sosial, seperti Facebook, YouTube, Instagram menggunakan sistem algoritma. Algoritma ibarat dua sisi mata uang, satu sisi diuntungkan karena mendapatkan informasi sesuai minat. Sedangkan sisi yang lain algoritma mempersempit wawasan dan membatasi seseorang untuk menerima informasi alternatif.
Algoritma akan membaca akun yang sering dikunjungi, jumlah like atau comment dalam akun tersebut, sehingga terbaca minat seseorang dalam memilih berita. Maka jika seseorang sering membaca berita hoaks, selanjutnya yang terjadi adalah postingan hoaks akan sering muncul di berandanya. Akhirnya seseorang tersebut akan mempercayai bahwa berita hoaks tersebut adalah benar.
Septiaji Eko Nugroho, ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax (MIAH) mengimbau agar masyarakat memanfaatkan media sosial untuk hal-hal yang sifatnya sinergis dan edukatif. Berita hoaks yang menyebar hanya akan menimbulkan keresahan di masyarakat sehingga mungkin dapat memecah belah masyarakat.
Tips Mengidentifikasi Berita Hoaks
Seperti dilansir dari situs Kominfo, Septiaji membagikan lima tips sederhana untuk mengidentifikasi berita hoaks, yaitu :
- Hati-hati dengan judul provokatif. Umumnya berita hoaks akan menggunakan judul provokatif untuk menarik perhatian
- Cermati alamat situs. Untuk informasi yang diperoleh dari website, pastikan URL situs tersebut terverifikasi sebagai institusi pers resmi
- Periksa fakta.
- Cek keaslian foto
- Ikut serta grup diskusi anti hoaks
Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika juga aktif memberikan informasi kepada masyarakat terkait berita hoaks dan menampilkannya dalam situs Kominfo berita yang termasuk kategori hoaks. Selain itu pemerintah juga telah menerbitkan Undang-undang no 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik.
Pemerintah dan lembaga sosial masyarakat telah mengambil tindakan terkait berita hoaks. Saatnya keluarga sebagai lembaga terkecil dalam negara juga mengambil tindakan untuk menghadapi berita hoaks, jangan sampai terlibat menyebarkan berita hoaks. Ibu adalah tokoh utama dalam keluarga. Oleh karena itu wajar jika ibu juga disebut sebagai agen perubahan.
Literasi DIgital
Dunia digital sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, sehingga tidak mungkin rasanya untuk tidak terlibat di dalamnya. Agar tidak terjebak dalam derasnya arus informasi yang begitu banyak melalui media sosial, seorang ibu dapat mengajarkan kepada putra putrinya tentang literasi digital. Sehingga seorang ibu diharapkan memahaminya terlebih dahulu sebelum mengajarkan kepada putra putrinya.
Seperti dikutip dari Wikipedia, literasi digital adalah respons terhadap perkembangan teknologi dalam menggunakan media untuk mendukung masyarakat memiliki kemampuan membaca serta meningkatkan keinginan masyarakat untuk membaca. Literasi tidak hanya sekedar bisa membaca, tetapi juga memahami apa yang dibaca. Rendahnya literasi digital dapat menyebabkan seseorang sulit mengidentifikasi berita bohong atau benar dan sayangnya turut menyebarkannya tanpa menelusuri kebenaran berita.
Tips Menstimulasi Anak Membaca
Hal yang baik jika anak dapat membaca, tetapi lebih penting anak suka membaca, sehingga anak dapat memahami apa yang dibacanya. Kemudian mengolahnya dan membuatnya berpikir apakah hal baru yang dibacanya dapat dikategorikan menjadi ilmu baru (berita benar) atau berita bohong. Saat mengajarkan anak membaca tak perlu dengan paksaan, tetapi dengan memberikan contoh nyata dan menstimulasinya terlebih dahulu.
Berikut beberapa cara untuk menstimulasi anak membaca, yaitu :
- Membacakan buku-buku anak dengan suara keras agar anak bisa melihat gambar dalam buku dan dapat mendengarkan dengan jelas maksud cerita dalam gambar tersebut. Hal ini juga untuk melatih anak mendengar dengan baik.
- Menjadi pendengar yang baik saat anak ingin membaca buku berdasarkan ilustrasi gambar yang ada dalam buku. Hal ini untuk melatih anak berbicara dengan baik
- Mengajak anak bermain dengan teman sebayanya atau anak yang lebih besar untuk mengasah keterampilan mendengar dan berbicaranya
- Menyediakan buku ilustrasi tanpa teks. Warna mencolok dan menarik akan merangsang minat untuk membaca. Selain itu juga untuk membangkitkan rasa ingin tahunya.
- Secara bertahap menyediakan buku dengan teks berukuran lebih besar. Selanjutnya jumlah teks lebih banyak dan berkurang jumlah ilustrasi gambarnya. Disesuaikan dengan usia anak.
- Mencontohkan kebiasaan membaca, karena anak ibarat spons, dia akan menyerap apapun yang ada di sekitarnya, termasuk kebiasaan membaca orangtuanya.
Harapan dari anak yang suka membaca adalah saat dia mendapatkan sebuah informasi anak dapat memahami informasi yang dibacanya tidak hanya sekedar membaca informasi tersebut. Membaca informasi secara utuh, tidak hanya membaca judulnya saja. Selanjutnya menggunakan nalarnya. Tahapan selanjutnya adalah anak akan berpikir kritis dengan banyak bertanya. Dengan mengajukan pertanyaan merupakan cara anak untuk mengetahui hal baru yang belum diketahuinya.
Penutup
Wanita, baik sudah menikah ataupun belum, umumnya menggunakan perasaan, apalagi berita yang disebarkan menggunakan bahasa provokatif yang memainkan emosi. Sehingga perlu dibiasakan juga baik bagi ibu yang selanjutnya mengajarkannya pada anak-anaknya agar tidak mudah terpancing emosi saat menerima informasi.
Jika ingin menyebarkan informasi, bertanya pada diri sendiri, apakah konsekuensi menyebarkan informasi tersebut. Selanjutnya mengevaluasi apakah informasi tersebut benar atau bohong.
Yuk, mulai berlatih membaca informasi secara utuh, berpikir kritis dan tetap tenang saat menerima informasi, karena ibu adalah agen perubahan, Untuk berubah mulai dari diri sendiri terlebih dahulu.
Referensi
- https://lifestyle.kompas.com/read/2017/07/19/160000920/mengapa-berita-bohong-mudah-menyebar-
- https://www.kominfo.go.id/content/detail/8949/ini-cara-mengatasi-berita-hoax-di-dunia-maya/0/sorotan_media
- https://www.kominfo.go.id/content/detail/39142/disinformasi-kepala-who-memperingatkan-memberikan-vaksin-booster-covid-19-dapat-membunuh-anak-anak/0/laporan_isu_hoaks
- https://id.wikipedia.org/wiki/Literasi_digital
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung dan membaca artikel hingga akhir. Silakan tinggalkan jejak di komentar dengan bahasa yang sopan. Mohon tidak meninggalkan link hidup.
Kritik dan saran membangun sangat dinanti.
Terima kasih